Judul di atas memang kedengaran agak aneh, karena yang sering terdengar di telinga kita adalah sarapan pagi. Kata salaman memang dapat terdengar silap dengan kata sarapan yang mempunyai makna jauh berbeda. Kata salaman atau bersalaman berasal dari bahasa Arab salima, yaslimu, salamatan yang berarti selamat. Tradisi Islam di Indonesia kemudian mempopulerkan kata tersebut dalam bentuk perbuatan jabat tangan yang didahului dengan ucapan salam (assalamualaikum).
Ajaran agama menganjurkan agar berjabat tangan ketika bertemu. Jabat tangan dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan. Bersalaman antara laki-laki dengan perempuan dibolehkan apabila masih dalam lingkup keluarga dekat atau antara guru dan murid. Maksudnya tentu untuk mendidik, bukan untuk maksud lain. Bersalaman sangat dianjurkan oleh Rasulullah Muhammad S.A.W., sebab apabila ada dua orang Islam bertemu dan saling bersalaman, maka terhapus dosa di antara keduanya sebelum keduanya melepaskan tangannya.
Istilah dosa dalam bahasa Arab adalah Itsmun. Kata tersebut seakar dengan kata al-atsum yang berarti pembohong atau al-itsam yang berarti pidana atau hukuman. Maknanya adalah dari setiap orang yang saling bersalaman diharapkan kebohongan-kebohongan yang tersimpan dan keinginan dendam untuk menghukum orang lain dapat rontok dari dalam dirinya.
Lantas, apakah kebohongan dan keinginan dendam pernah terjadi di sekolah? Tentu saja pernah, dan bahkan kadang-kadang menyelinap pula di hati guru dan murid, namanya saja manusia. Apalagi di sekolah yang siswa-siswinya “baru gede”. Televisi di Indonesia sekarang ini sering menayangkan tontonan yang merefleksikan kebohongan dan dendam antara guru dan murid atau murid terhadap gurunya. Beberapa kejadian kekerasan dari murid ke guru juga sering terjadi di sekolah.
Sekarang, apakah kebohongan-kebohongan dan ancaman-ancaman hukuman akan terus dilanjutkan di sekolah? Hati jernih seorang guru atau murid tentu mengatakan tidak. Sebab kebohongan dan keinginan dendam ternyata telah memakan banyak “korban” dalam proses pendidikan. Sekurang-kurangnya kebohongan dan keinginan dendam lebih cenderung berujung pada kebencian dan kesusahan. Sedangkan benci dan susah adalah pangkal penghambat sukses belajar. Simak saja, pelajaran segampang apapun menjadi sulit dipahami siswa yang terlanjur benci kepada guru. Begitu ia melihat guru, maka rasa susah sepontan terasa. Begitu pula nasib siswa yang telah terlanjur dibenci oleh guru. Ia akan sulit diterima berada di hati guru. Dalam kasus semacam itu ungkapan undzur ma qala wa la tandzur man qala ( cermatilah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan ) hampir-hampir tidak berlaku.
Di sisi lain ada metode belajar mengajar mutakhir yang disebut “quantum learning”. Metode ini mengenalkan konsep belajar mudah yang berpangkal pada rasa senang. Nabi Muhammad sendiri berpesan kepada guru dalam mengajar,”berilah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti”. Al-Quran juga menyebut tugas kerasulan Muhammad dalam mendidik umat mengedepankan tabsyir ( memberi kabar gembira ), bukan tandzir yaitu cenderung membuat ancaman-ancaman.
Di berbagai peristiwa, ketika kebencian demi kebencian berlangsung hebat, tetapi kedua belah pihak sadar terhadap akibat buruknya dan menyadari bahwa bahasa lisan justru akan menambah genting, maka saatnya seseorang beralih menggunakan bahasa tubuh ( body language ) untuk menyelesaikannya. Nah, pagi hari nan sejuk merupakan awal yang tepat menerapkan bahasa tubuh yang bernama salaman itu. Badan masih segar, mata masih berbinar-binar, hati masih serasa tenang, dan otak masih lancar tentu memberi peluang seseorang untuk lebih mudah menerima kebenaran yang dianggap sukar. Lebih sejuk lagi jika ada guru yang menyambut kehadiran siswa dengan bersalaman satu-persatu. Di pagi itu ada anggukan kepala tanda setuju, senyum tanda gembira, dan tatapan mata redup tanda empati. Walhasil, sejuklah siswa-siswa yang “yatim” ketika bersalaman dengan bapak guru karena telah lama ditinggal ayah tersayang. Sejuklah siswa-siswa yang “piatu” ketika bersalaman dengan ibu guru karena telah lama ditinggal ibu terkasih. Sejuklah hati para siswa yang kering kasih sayang karena orang tua sibuk bagai jinantran. Dan damailah rasa hati siswa yang sebelumnya mendongkol karena kemarin mendapat hukuman. Kini tiba gilirannya iklim sekolah menjadi sejuk karena setiap pagi para “penghuninya” mengawali kerja dengan sikap dan perilaku yang sejuk pula. Seakan kesejukan itu merupakan saat yang indah bagi tiap-tiap guru mengucapkan doa Nabi; “Ya Allah semoga Engkau jadikan awal hari ini kebaikan, dan tengah hari nanti kebahagiaan, serta akhir hari ini kesuksesan”.
Selamat beramal
M. Saerozi
Selamat beramal
M. Saerozi